Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kembali kedatangan kontainer yang terkontaminasi limbah seperti limbah ektronik berupa PCB (Print Circuit Board, Dinamo), asphal, kemasan bahan kimia, dan sampah secara illegal dan melanggar ketentuan impor non B3.
Kasus impor ilegal ini terindikasi oleh pihak Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok pada saat 113 kontainer tiba di pelabuhan tanggal 10 Januari 2012 dengan tujuan PT. HHS yang belokasi di Serang, Banten.
Berdasarkan Bill of Lading tertera bahwa isi kontainer yang akan di impor seharusnya berupa scrap logam dengan persyaratan harus bersih, tersortir dan tidak terkontaminasi limbah B3, tetapi ternyata secara visual terlihat ada limbah yang tercecer dari kontainer selain bau yang ditimbulkan. Pihak Bea Cukai selanjutnya mengarahkan kontainer-kontainer tersebut kejalur merah (Red Line) dan hasil pemeriksaan melalui x-ray juga memperlihatkan bentuk-bentuk dimensi yang mencurigakan.
Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai selanjutnya menyurati Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tanggal 19 Januari 2012 yang ditujukan kepada Deputi Bidang Pengelola B3, Limbah B3 dan Sampah dan di tindaklanjuti dengan melakukan inspeksi lapangan bersama antara KLH, Bea Cukai dan Bapeten. Dari pembukaan 20 kontainer di dapati di dalamnya berisi scrap logam yang telah terkontaminasi dengan limbah B3 dan tidak dalam keadaan bersih dan tersortir sesuai indikasi pihak Bea Cukai.
Dari penelurusan terhadap berkas-berkas dokumen yang mengiringi kedatangan kontainer, tercantum bahwa asal limbah sebanyak 24 kontainer berasal dari Amerika tetapi loadingnya dilakukan di Rotterdam, Belanda dan sebanyak 89 kontainer berasal dari Inggris dan melakukan loading melalui pelabuhan Felixstowe, Inggris.
Bagi Kementerian Lingkungan Hidup, masuknya kontainer-kontainer tersebut, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pelarangan masuknya limbah B3 kewilayah NKRI berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelarangan impor sampah berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang Kepabeanan.
“Di tingkat internasional, jika terjadinya impor ilegal ini akan di informasikan oleh Bea Cukai kepada Bea Cukai (Customs) di negara asal (Inggris dan Belanda) dan loading limbah, dan di karena-kan juga terkait dengan limbah B3, maka KLH sebagai focal point Konvensi Basel akan berkoordinasi dengan focal point Konvensi Basel di negara asal dan loading limbah,”kata Masnellyarti, M.Sc. Deputi IV MenLH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, KLH di di Laman KLH. “Sesuai ketentuan yang berlaku di wilayah NKRI, pihak impor dikenakan sanksi pidana dan kewajiban me-ekspor kembali limbah ilegal tersebut,”tambahnya.
Untuk sementara 113 Kontainer limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) akan dipertahankan keberadaannya di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengembalian limbah tersebut menunggu keputusan pengadilan. Sebanyak 54 Kontainer limbah B3 berada di terminal peti kemas Koja, 1 kontainer di Terminal Peti Kemas UTC, dan 58 container berada di Peti Kemas 303. Ketiga lokasi tersebut berada di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Keberadaan container berisi limbah berbahaya ini tidak akan buru-buru di ekspor balik ke negara asal. Pasalnya, proses hukum akan terus dijalankan. Kontainer-kontainer tersebut menjadi barang bukti pelanggaran yang dilakukan importir PT. HHS.
Kasus masuknya 113 Kontainer limbah B3 masuk ke Tanjung Priok, juga mendapat perhatian dari Komisi III DPR pun menggelar sidak beberapa waktu lalu untuk mempertanyakan limbah tersebut. Bahkan Azis Syamsuddin menggangap masuknya 113 kontainer limbah B3 itu sebagai bentuk penghinaan.”Inilah adalah penghinaan karena negara lain mengirim limbah,”ujarnya. (Marwan Azis).
Foto : dok.Google.com