Syaifullah disela-sela liputan di Kalimatan. Foto : Dok Donny Sophandi
Innalillahi wainailaihi rojiun, pers Indonesia kembali berduka, Muhammad Syaifullah meninggal dunia pada hari Senin (26/7/2010) di kediamannya di Komplek Balikpapan Baru Jalan Mediterania, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dari laporan Tribun Kaltim, jenazah ditemukan di depan televisi dengan mulut berbusa. Muntahan darah juga terlihat di sudut bibir jenazah.
Istri Syaifullah yang berada di Banjarmasin mengaku tak bisa menghubugi Syaifullah yang berada di Balikpapan sejak Sabtu silam. Begitu pula dengan sejumlah rekan wartawan Syaifullah di Kalimantan yang beberapa hari terakhir tak melihat Syaifullah.
“Sang istri kemudian menelepon rekan wartawan. “Tolong cek keberadaan suami saya, biasanya kalau tugas luar kota selalu memberi kabar”,” ujar seorang wartawan menirukan permintaan istri.
Karena curiga, sejumlah wartawan dan polisi kemudian datang mengecek. Mereka kemudian menemukan Syaifullah telah meningal dunia dengan posisi di depan televisi yang mati, bersarung, dengan tangan memegang remote televisi.
Sejumlah obat sakit kepala berupa tablet dan sirup ditemukan di meja tak jauh dari jenazah ditemukan. Saat ini polisi tengah melakukan olah TKP dan memasang garis polisi.”Untuk otopsi, polisi masih menunggu persetujuan keluarga. Sang istri tengah menuju ke Balikpapan dari Banjarmasin,” lanjut kerabat wartawan Syaifullah.
Menurut pengakuan sejumlah aktivis lingkungan di Kalimatan, Syaifullah atau biasa disapa Ful, dikenal sebagai wartawan yang bersemangat, rajin, dan peduli pada lingkungan.”Banyak tulisannya yang berisi keprihatinan tentang kerusakan alam di Kalimantan bersama-sama rekan-rekan WALHI dan JATAM,”tulis salah seorang aktivis lingkungan berdomisili Kalimatan, Dwitho Frasetiandy dalam facebook pribadinya.
Sejumlah kabar merebak dibalik kematian misterius Muhammad Syaifullah. Ada dugaan ia keracunan. Kabar lain yang beredar menyebutkan, kematian Syaifullah terkait pemberitaannya soal kejanggalan dalam bisnis batu bara di Kalimantan.
Berita duka ini mengejutkan banyak kalangan terutama kalangan jurnalis dan aktivis lingkungan selama ini menjadi sahabat almarhum. ”Benar-benar mengejutkan begitu dapet sms dari rumah, kalau memang benar bang iful ada indikasi dibunuh terutama terkait dengan tulisan-tulisan beliau tentang tambang di kalimantan, hal ini justru semakin membuat kita harus semakin berani mengungkap bobroknya tambang di kalimantan,”tulis Dwitho dalam situs jejaring sosial.
Berdasarkan catatan KCM, Almarhum bergabung ke Kompas tahun 1996 dan diangkat sebagai wartawan tetap 1 Desember 1999. M Syaifullah meninggalkan satu istri Isnainijah Sri Rohmani yang dinikahi 23 Februari 1997 dan dikarunia dua anak, Nadhila Amajida (lahir 1998) dan Najmi Izzah Sabrina (lahir 2004).
Selama menjadi wartawan Kompas, Ful banyak bertugas di wilayah Kalimantan, mulai dari Samarinda, kemudian ke Pontianak, Banjarmasin, dan terakhir dipercaya menjadi Kepala Biro wilayah Kalimantan dan tinggal di Balikpapan.
Putra kelahiran Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalsel 4 Agustus 1967 itu merupakan lulusan Universitas Negeri Surakarta, Fakultas Ilmu Komunikasi. Kini jurnalis yang care persoalan lingkungan telah pergi untuk selamanya.
Selamat jalan kawan, perjuanganmu akan kami lanjutkan…….
(Marwan Azis).