Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Mas’ud memberikan Sambutan didampingi Gubernur Sulsel,H. Syahrul Yasin Limpo di Hotel Kenari Makssar. (foto: AA.Effendy)
Makassar, Greenpress-Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo mempertanyakan peran pemerintah pusat dalam pengelolaan taman nasional Bantimurung Bulusaraung, yang terkesan ditelantarkan.
Sorotan orang nomor satu di Sulawesi Selatan itu terjadi saat digelar pertemuan multipihak pengembangan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung dan strategi promosinya.
Pertemuan yang diprakarsai Pusat Informasi Kehutanan Departemen Kehutanan, itu diikuti para Kepala Dinas Kehutanan dari Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan (Sulsel), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) lingkup Departemen Kehutanan, pihak pengelolah jasa pariwisata, LSM Lingkungan, dan Wartawan.
Syahrul mengatakan,pemerintah pusat terkesan menelantarkan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, sebab dari pengamatan di lokasi, potensi yang ada tidak terawat dengan baik. Bahkan, berbagai jenis fauna dan flora endemik yang menjadi andalan di taman tersebut semakin kurang perhatian. Misalnya, kupu-kupu yang menjadikan Bantimurung dikenal sebagai kawasan raja kupu-kupu.
“Maaf terpaksa menyalahkan pemerintah pusat yang seharusnya berhak atas pengelolaan taman ini, namun tak mampu berbuat banyak, bahkan tidak tampak lagi aktivitas yang menonjol untuk menyelamatkan taman nasional itu,” ucap Syahrul.
Ia juga sangat menyayangkan, lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah maupun provinsi dalam hal pengelolaan taman nasional. Menurutnya, kalau memang institusi yang diberi kewenangan tak mampu menangani, serahkan saja ke daerah. “Karena, jika Bantimurung dengan berbagai kekayaannya sudah rusak, apalagi yang bisa diandalkan di taman nasional ini,” tegasnya.
Menurut Mantan Bupati Gowa,seharusnya ada koordinasi antar instansi terkait, perlu pelembagaan institusi, pengelolaan pariwisata, pemberian pelatihan kepada warga yang berdiam disekitar taman nasional dan yang paling penting adanya anggaran dari pusat kepada UPTD untuk membenahi taman nasional tersebut. “Bisa saja pemerintah daerah menyalurkan anggaran ke taman nasional ini, namun akan membuahkan pelanggaran karena kewenangan pembiayaan ada pada pemerintah pusat,”ujarnya.
Sedekar diketahui, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung membentang dari Kabupaten Maros hingga Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulsel, memiliki luas areal sekitar 43.750 hektare (ha), sekitar 10.282 ha terdiri dari cagar alam Karaenta, cagar alam Bantimurung dan cagar alam Bulusarauang, dan Taman Wisata Alam seluas sekitar 1.624 hektar terdiri atas taman wisata alam Bantimurung dan Pattunuang, Hutan Lindung seluas sekitar 21.343 ha, hutan produksi terbatas sekitar 145 ha dan hutan produksi tetap sekitar 10.355 ha.
Di kawasan ini terdapat berbagai jenis flora, diantaranya Bintangur (Calophyllum), Beringin (Ficus), Nyato (Palaquium obtusifolium), Jambu-jambuan (Eugenia,sp), Kenanga (Alstoniasholaris, Aren (Arenga pinatta), Dao (Dracontomelon dao), Jati (Tectona grandis), Kemiri (Aleurites moluccana), Randu (Bombax sp), Bambu (Bambussa sp), Rotan (Callamus sp) serta flora endemik Sulawesi, seperti Kayu hitam (Dyospyros celebica), Bitti (Vitex copassus) dan jenis lainnya.
Terdapat pula berbagai jenis satwa liar yang khas diantaranya Kera hitam (Macaca maura), Tarsius (Tarsius spectrum), Kuskus (Phalanger ursinus), Musang Sulawesi (Macrogolidia mussenbraecki), Rusa (Cervus timorensis), Burung Enggang hitam (Halsion cloris), Raja udang (Halsion cloris), Rangkong (penelopides ezarnatus), Kakatua (Cacatua sulpharea), Burung Udang (Helycon sp) ratusan jenis Kupu-kupu diantaranya Papilio blumei, Papilio satapses, Troides halipton, Troides helena, berbagai jenis amfibia dan reptilia seperti Ular phyton (Phyton reticulates), Ular daun, Biawak besar (Paranus sp.), Kadal terbang, dan lainnya.
Kawasan itu juga memiliki landscape karst yang unik, gua-gua dengan ornamen stalaktit dan stalakmit, gua-gua yang bernilai historis dan situs purbakala, panorama alam yang indah, air terjun, yang dapat dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan ekowisata, juga merupakan daerah tangkapan air bagi kawasan di bawahnya dan mengairi beberapa sungai penting yakni Sungai Walanea, Sungai Pangkep, Sungai Pute, dan Sungai Bantimurung.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 398/Menhut/II/Tahun 2004 terkait penetapan kawasan Bantimurung sebagai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (Babul) pengelolaan taman nasional tersebut menjadi tumpang tindih. Itu terjadi karena pemerintah pusat merasa lebih berhak, namun di sisi lain pemerintah daerah dengan alasan otonomi, juga merasa lebih berkuasa dari pusat. (Azis/Andi.A.Effendy)