Bali, Greenpress-Memasuki hari terakhir pertemuan ke-11 Forun Menteri Lingkungan Hidup sedunia yang berlangsung di Nusa Dua Bali akhirnya berhasil menyepakati 6 keputusan penting yang mencakup penanganan isu lingkungan global.
Keenam butir kesepakatan itu adalah aktivitas kerjasama, fungsi kerjasama manajerial, layanan bersama, sinkronikasi dana, audit bersama, dan tinjauan bersama.”Keenam hal ini akan menjadi acuan dalam pengelolaan konvensi kimia dan limbah ke depan,” kata Gusti Muhammad Hatta.
Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta dalam siaran persnya yang diterima Greenpress menyampaikan, melalui semangat kebersamaan dengan suasana Bali yang sangat kondusif, sejumlah peserta konferensi akhirnya menyepakati sejumlah keputusan terkait perpindahan bahan dan limbah kimia antar Negara.” Hal ini adalah baru pertama kalinya terjadi di dunia dimana tiga konvensi dapat disinergikan. Hal penting lainnya adalah dengan disepakatinya 6 keputusan dan Deklarasi Nusa Dua yang akan menjadi landasan penting bagi pengelolaan lingkungan hidup internasional,”Ujarnya.
Hatta juga menjelaskan, Intergovermental Science- Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) didasari atas perlunya meningkatkan hubungan antara kajian ilmiah dengan kebijakan di bidang keanekaragaman hayati dan ekosistem ( improving the Science-Policy interface for biodiversity and ecosystem services) dan akan disampaikan pada pertemuan Conference of the Parties (COP) ke 10 dari Convention on Biodiversity yang akan dilaksanakan di Nagoya Jepang pada bulan Oktober 2010 dan pada pertemuan General Assembly PBB pada bulan September 2010.
Decision on Ocean yang merupakan usulan dari Pemerintah Indonesia juga dapat diterima dengan baik oleh semua pihak, dengan beberapa catatan dan perbaikan yang juga sejalan dengan posisi Indonesia.
Selanjutnya proses konsultasi tentang opsi pembiayaan bagi upaya penanganan bahan kimia dan limbah yang dilakukan oleh negara-negara anggota juga berjalan dengan baik. Proses tersebut menekankan pada kebutuhan untuk memberikan perhatian pada upaya-upaya untuk meningkatkan prioritas politik yang terkait dengan pengelolaan bahan kimia dan limbah yang tepat, serta meningkatnya kebutuhan akan akses pembiayaan yang berkelanjutan, terprediksikan, cukup dan terjangkau, bagi pengelolaan bahan kimia dan limbah.
Secara substansi draf “Guideline for the Development of Domestic Legislation on Liability, Response Action and Compensation for Damage Caused by Activities Dangerous to the Environment” dan “Guidelines for the Development of National Legislation on Access to Information, Public Participation and Access to Justice in Environmental Matters” bersifat sukarela dan tidak mengikat (voluntary and non-legally binding).
Kedua draf tersebut menjadi pedoman penyusunan peraturan nasional di bidang tanggung jawab, aksi tanggap dan kompensasi kerugian akibat kegiatan yang berbahaya bagi lingkungan hidup serta pengembangan hukum nasional di bidang akses informasi, partisipasi publik dan keadilan. Tujuan penyusunan kedua draf dimaksud adalah untuk memberikan pedoman umum bagi negara-negara khususnya negara berkembang dalam mengembangkan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di daerah, sesuai dengan Prinsip 10 Deklarasi Rio tahun 1992.
Dalam proses konsultasi tingkat menteri telah dibahas 2 isu yaitu keanekaragaman hayati dan ekosistem (biodiversity and ecosystem) dan Ekonomi Hijau (Green Economy). Untuk isu biodiversity and ecosystem telah dibahas antara lain peningkatan hubungan kajian ilmiah dengan kebijakan, International Year Biodiversity (IYB), target kehilangan keanekaragaman hayati pada tahun 2010 serta The Economics of Ecosystem and Biodiversity (TEEB).
Sedangkan dalam pembahasan dan diskusi tentang konsep Ekonomi Hijau (The Green Economy) telah dilakukan melalui serangkaian sesi Ministerial roundtable secara paralel. Konsep tersebut yang diperkenalkan oleh UNEP sebagai sebuah konsep pembangunan yang memberikan perhatian lebih terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta mengupayakan sumber-sumber pembiayaan bagi investasi lingkungan.
Secara umum lanjut Hatta, pandangan negara-negara terhadap konsep tersebut adalah positif dan menganggap perlu ada pengembangan dan penerapannya. Indonesia menekankan bahwa konsep ekonomi hijau harus dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma pembangunan yang berkelanjutan dan berharap UNEP dapat berperan dalam mengharmonisasikan dan mensinergikan berbagai upaya dan inisiatif yang terkait serta meningkatkan kapasitas dalam kerangka The Bali Strategic Plan for Technology Support and Capacity Building. (Marwan)