Ilustrasi : Limbah B3, Foto : Pusdiknakes
Bali,Greenpress-Sejarah baru dalam perjanjian internasional dalam bidang kimia dan limbah terwujudkan dalam Konferensi luar biasa tingkat dunia negara pihak dari Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm di Nusa Dua Bali, tanggal 24 Februari 2010.
Melalui kepemimpinan Gusti Muhammad Hatta, Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagai Presiden COP Konvensi Basel, bersama Presiden COP Konvensi Rotterdam dari Afrika Selatan dan Presiden COP Konvensi Stockholm dari Iran, lebih dari 120 negara sepakat untuk mengatasi tumpang tindih yang terkait dengan administrasi dan pengelolaan ketiga konvensi.
Kabar tersebut dilaporkan Dida Gardera, Kepala Bidang Humas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui siaran persnya.
Menurut Dida, Konferensi luar biasa ini pertama kalinya dilakukan dan Indonesia dipercaya untuk menjadi tuan rumah pertemuan penting yang berlangsung sejak 22 Februari 2010. Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan ExCOP ketiga konvensi ini adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Gusti Muhammad Hatta mengatakan bahwa ada 6 hal penting yang disepakati dalam rangka efisiensi dan efektifitas pelaksanaan ketiga konvensi ini. Keenam hal tersebut adalah keputusan terkait joint activities, joint managerial functions, joint services, synchronization of budget cycles, joint audits, dan review mechanism. Keenam hal ini akan menjadi acuan dalam pengelolaan konvensi kimia dan limbah kedepan.
Lebih lanjut Gusti Muhammad Hatta mengatakan bahwa keberhasilan Indonesia dalam mempimpin proses negoisasi ini sangat membanggakan. Sekali lagi tonggak sejarah pengelolaan lingkungan hidup tingkat dunia tercipta melalui kepemimpinan Indonesia.
Tatanan baru dalam sinergi konvensi dibidang kimia dan limbah ini diharapkan mampu mendorong peningkatan efisiensi dan efektitas dalam pengelolaan bahan kimia dan limbah. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap pengelolaan lingkungan di Indonesia yang tentunya demi terlindunginya kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup akibat dampak bahan kimia dan limbah berbahaya. Langkah sinergi ini diharapkan menjadi model dalam pengelolaan perjanjian internasional lainnya.
Delegasi Indonesia melihat bahwa hasil proses negoisasi ini sesuai dengan harapan. Ada beberapa hal penting yang diperjuangkan oleh Delegasi Indonesia dalam pertemuan ini, antara lain: proses sinergi harus dapat menjamin legal otonomi masing-masing konvensi, komitmen yang setara dalam pelaksanaan masing-masing konvensi, peningkatan pendanaan dan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan konvensi.
Bagi Indonesia legal otonomi dari masing-masing konvensi ini sangat penting. Sebagai negara berkembang dan kepulauan, Indonesia sangat rentan penyelundupan limbah B3. Tujuan utama Konvensi Basel untuk mencegah penyelundupan limbah B3 melalui pengaturan perpindahan lintas batas B3 antar negara. Untuk itu efektitifas dan keberadaan konvensi ini perlu dikawal oleh negara berkembang termasuk Indonesia. (Marwan).