Jakarta,-Rapat Koordinasi Nasional Tahun 2010 Kementerian Kelautan dan Perikanan bertema “Revolusi Biru untuk Kesejahteraan Nelayan” tengah berlangsung di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta, mulai 17-19 Februari 2010.
Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi, perwakilan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kab/Kota, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis; 2 Kementerian Koordinator, serta 7 Kementerian Sektoral terkait.
Dalam pertemuan itu, perwakilan nelayan tradisional dan petambak dari Teluk Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung menagih janji Fadel Muhammad selaku Menteri Kelautan dan Perikanan secara langsung terkait persoalan yang mereka hadapi.
M. Riza Damanik, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan dalam siaran persnya mengatakan, penyelenggaraan rakernas ini krisis mandat, karena,persoalan yang dialami oleh nelayan tradisional dan petambak tradisional di pelbagai daerah, seperti Teluk Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung, tak dibahas secara memadai untuk diselesaikan. “Alih-alih ingin menuntaskan, Menteri Kelautan dan Perikanan justru mengedepankan ilusi sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada 2015 dan kembali menjanjikan perubahan kosong kepada nelayan dan petambak tradisional,” ujarnya Riza Damanik.
Menurutnya, gerakan revolusi biru yang digagas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai strategi meningkatkan produksi perikanan, pendapatan nelayan, dan pembudidayaan ikan bak pahlawan di siang bolong. “Tiadanya upaya memperbaiki persoalan yang dihadapi oleh nelayan dan petambak tradisional, seperti revitalisasi 7.000 petambak eks Dipasena, penanganan dampak pencemaran limbah industri di Teluk Jakarta dan di sepanjang Pantura, serta penghentian pembuangan semburan lumpur Lapindo ke sungai Porong yang berdampak pada penghancuran tambak milik warga, Kementerian Kelautan dan Perikanan secara sadar bermimpi di siang bolong,” jelas Riza.
Nafian Faiz, Koordinator P3UW menambahkan, akibat tersendatnya proses revitalisasi tambak oleh PT. Central Protein Prima, kehidupan 7.000 petambak tak menentu.“Demikian juga dengan nasib nelayan dan petambak tradisional di Jawa Timur yang menderita akibat dampak pembuangan lumpur ke Sungai Porong,” kata Sugeng Nugroho, salah seorang Presidium Nasional Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).
Setali tiga uang, tak ada perhatian ekstra nan cerdas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memperbaiki nasib nelayan tradisional di Teluk Jakarta yang terganggu pola hidupnya akibat pencemaran melebihi ambang batas Teluk Jakarta dan adanya ancaman penggusuran pantai Marunda sepanjang 1,5 kilometer.
Persoalan ini juga dialami oleh nelayan dan petambak tradisional di Jawa Tengah. Selain persoalan retribusi yang terus menjerat penghidupan nelayan, dalam catatan Layar Nusantara, misalnya, terdapat 41 titik persoalan ekologis yang merobohkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Jawa Tengah, ujar Sukarman, Kepala Advokasi Layar Nusantara.
Mereka berharap Kementerian Perikanan dan Kelautan agar mengedepankan prinsip-prinsip keadilan perikanan dalam memperbaiki kondisi kelautan perikanan dan pesisir nusantara. (Marwan Azis).
semoga saja harapan mereka bisa terwujudkan…
keren bgt !!
http://rifersons06.student.ipb.ac.id/