Jakarta, – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) berharap agar DPR segera mendesak pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengubah kebijakan energi nasional karena bertolak belakang dengan komitmen pemerintah mengurangi emisi sebesar 26 persen.
Pius Ginting, Pengkampanye Tambang WALHI dalam siaran persnya (26/1) menyatakan, dalam kebijakan energi nasional yang tentukan oleh Keppres, pemerintah telah membuat kebijakan energi hanya memperhitungkan kepentingan ekonomi dan tidak memperhitungkan sama sekali dampaknya terhadap lingkungan.
“Terlihat proyeksi energi yang dilakukan pada tahun 2020 mengurangi porsi minyak dari 51,66 persen pada tahun 2006 menjadi menjadi 20 persen pada tahun 2020. Penurunan minyak tersebut dikompensasi dengan kenaikan porsi energi paling kotor, yakni batu bara dari 15,34 persen pada tahun 2006 menjadi 33 persen pada tahun 2020. Ini adalah cerminan kebijakan energi yang bunuh diri secara lingkungan, alias ecocide,”terangnya.
Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif WALHI Nasional, menyatakan dalam sejarah energi, kebijakan energi nasional Indonesia adalah gerak mundur. Energi dunia telah beranjak secara evolutif dari yang paling kotor menjadi lebih bersih.
Pada awalnya, masyarakat dunia, termasuk awal revolusi industri menggunakan kayu api sebagai bakar. Karena dampaknya terhadap persediaan kayu dan bencana ekologis, energi tersebut beralih ke batubara. Namun batubara telah membuat persoalan pencemaran udara, sehingga beralih ke minyak dan gas. Dari minyak dan gas harusnya bergeser ke energi terbarukan.
Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan energi nasional yang terlepas dari lobby dan kepentingan kapital energi fosil dan nuklir. Representasi dari energi terbarukan dalam Dewan Energi Nasional harus ditambah. Jika tidak, Kebijakan Energi Nasional tersandera oleh kepentingan energi fossil, tambahnya.
”Setelah tidak terlihat keseriusan pemerintahan SBY dalam mendorong dunia internasional dan membuat kebijakan nasional yang menyelamatkan dunia dari bahaya perubahan iklim, maka DPR sebagai wakil rakyat harus mendesaknya,”ujarnya. (Marwan Azis).