Pembukaan lahan gambut di Semanjung Kampar Riau dorong peningkatan pemanasan global. Foto : Greenpeace
Jakarta, BERLING-LSM lingkungan, Greenpeace menilai komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia hingga 26% pada 2020 yang diumumkan pada Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen Desember 2009 lalu masih sebatas janji.
“Hingga saat ini pemerintah belum melakukan langkah maupun rencana kongkrit dalam upaya memenuhi target itu,”kata juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar saat acara Greenpeace Media Forum di Bakoel Coffee Jakarta (14/1).
Bustar juga mempertanyakan tidak adanya tindakan cepat dalam mengatur tata ruang khususnya yang berhubungan dengan keppres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, khususnya perlindungan lahan gambut, bahkan yang ada malah tetap melakukan pembiaran perusahaan Pulp N Paper dan sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk terus merambah dan mengkonversi lahan gambut di Semanjung Kampar Riau dan di daerah lainnya di Indonesia. “Pembiaran tumpang tindih kawasan hutan berakibat pada peningkatan emisi dari deforestasi,”jelasnya.
Carut-marut pengelolaan lingkungan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan SBY. Terutama Kementerian Kehutanan sehubungan dengan deforestasi dan penghancuran lahan gambut yang menyumbang hingga 80 persen dari total emisi Indonesia.“Evaluasi kinerja 100 hari pemerintahan disektor kehutanan ternyata RSPO gagal menjadi solusi industri kelapa sawit yang berkelanjutan,”ujarnya.
Menurutnya, 2010 adalah tahun akan menjadi ujian awal bagi pemerintah Indonesia untuk benar-benar muncul dengan usulan kongkrit pengurangan emisi seperti yang dikomitmenkan oleh pemerintah pada pertemuan iklim Kopenhagen tahun lalu.” Akhir Januari 2010 Indonesia harus memasukan laporan aksi pengurangan emisi yang telah dilakukan ke UNEP,”ungkapnya.
Greenpeace meminta Departemen Kehutanan harus menghentikan atau mencabut perizinan yang sudah ada yang terkait dengan segala aktivitas di lahan gambut dan menolak perizinan yang baru masuk.”Menghentikan kerusakan lahan gambut dan hutan adalah cara paling efektif untuk mengurangi gas rumah kaca. Penghentian izin aktivitas di lahan gambut dan jeda tebang tidak memerlukan biaya banyak, ketimbang menanam pohon yang memerlukan banyak biaya serta rawan korupsi,”terangnya. (Marwan Azis).