Jakarta, – Greenpeace beberkan bukti-bukti baru kegiatan pembabatan hutan ilegal Sinar Mas Grup di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Ketapan Hulu dengan luas hutan yang dibabat rentang waktu tahun 2005 hingga 2009 mencapai 170 ribu hektar.
Menurut Joko Arif, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara yang dihubungi via telpon (10/12) mengatakan, aktivitas pembatatan hutan yang dilakukan Sinar Mas Group tersebut tidak dilengkapi dengan IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu) sesuai dengan Undang-Undang Kehutanan tahun 1999.
Selain itu, kegiatannya juga tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menyeluruh serta izin yang benar. Ia menyebut, perusahaan Sinar Mas di Ketapang, PT Agro Lestari Mandiri (ALM), ijin AMDAL-nya baru disetujui bulan Desember 2007 namun sudah membuka lahan sejak 2005.”Pembukaan hutan pertama yang dilakukan tahun 2005 bahkan diresmikan Bupati Ketapang ketika itu dan terdokumentasi pada koran setempat,” ujarnya.
Pencitraan satelit, kata Joko, pun menunjukkan bahwa hampir 4.000 hektare lahan telah dibuka di wilayah konsesi itu hingga bulan Juli 2007, beberapa bulan sebelum AMDAL di setujui.
Laporan Greenpeace menyebutkan pula bahwa beberapa perusahaan Sinar Mas seperti PT Kartika Prima Cipta, PT Internusa Pratama dan PT Persada Graha Mandiri telah merambah hutan tanpa IPK di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum, yang masuk dalam daftar lahan basah penting dunia dalam Konvensi Ramsar.
Berdasarkan laporan itu, daftar terbaru dari persetujuan IPK (2008) tidak termasuk IPK yang diberikan untuk area konsesi tersebut.”Pembukaan hutan ini akan berdampak pada kelestarian Danau Sentarum. Saat ini sudah terjadi sedimentasi rata-rata 25 sentimeter per tahun, kalau ini terus terjadi mungkin 50 tahun mendatang danau itu sudah tak ada lagi,” katanya serta menambahkan danau merupakan sumber air utama bagi Sungai Kapuas Hulu.
PT Kartika Prima Cipta juga disebut telah membuka lahan di tanah gambut dalam. Beberapa lahan gambut yang dirambah memiliki kedalaman sampai dengan kedalaman tujuh meter. “Ini bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia,” katanya.
Oleh karena itu Greenpeace menuntut Sinar Mas menghentikan kegiatan pembukaan hutan dan lahan gambut untuk memenuhi kebutuhan kayu bagi perusahaan kertas dan bubur kertas serta pembangunan perkebunan sawitnya.
Greenpeace juga meminta perusahaan-perusahaan yang membeli produk Sinar Mas seperti Nestle, Kraft dan Procter & Gamble menghentikan kontrak kerjasamanya dengan Sinar Mas sampai perusahaan itu memperbaiki kesalahannya.
“Kami berharap tekanan moral ini membuat mereka menghentikan aktifitas ilegalnya. Kami akan lihat responnya dulu. Kalau memang diperlukan kami akan mengajukan gugatan hukumnya, ini juga salah satu cara kampanye kami,” katanya.
Sebelumnya di tahun ini, Gandi Sulistiyanto, salah satu direktur Sinar Mas menyatakan kepada Reuters: “Kami harus ditahan jika terbukti pernah terlibat dalam deforestasi” .
“Dengan bukti baru yang kita beberkan ini, Presiden SBY harus bertindak mencabut sementara semua izin mereka. Kami juga langsung mendesak perusahaan-perusahaan multinasional tidak melakukan bisnis dengan penjahat,” ujar Joko Arif.
“Bukti ini jelas-jelas menunjukkan bahwa membeli minyak kelapa sawit dari anggota RSPO tidak melindungi konsumen dari pembelian yang terhubung dengan perusakan hutan dan iklim. Satu-satunya solusi adalah menerapkan moratorium seluruh pembabatan hutan dan lahan gambut dari semua produsen kelapa sawit,” tambahnya.
Greenpeace juga mendesak Presiden Yudhoyono untuk mengimplementasikan segera moratorium (penghentian sementara) untuk mencegah kerusakan hutan dan lahan gambut Indonesia lebih lanjut. “Presiden mempunyai dasar ideal untuk mewujudkan komitmen ini saat menghadiri Pertemuan Iklim Penting PBB di Kopenhagen, dimana perlindungan hutan untuk mengurangi emisi global sedang dibahas,”tandasnya. (Marwan Azis).