Hasil kunjungan Tim Sosbud-Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Kec. Kupitan Kab. Sijunjung, akhir Februari 2009 yang lalu, dijumpai 3 unit kincir air tradisional, dan setiap kincir air itu secara konti-nyu dan dapat mengairi se-luas relatif 10 Ha lahan pe-sawahan, di area komu-nitas petani yang dihuni lebih kurang 200 orang – 40KK tersebut.
Aktifitas 3 kincir yang terdiri dari bahan kayu, papan dan anyaman bambu tersebut, berfungsi menaikkan air dari aliran sungai ke saluran pengairan pesawah-an sesuai kapasitas kincir berdasarkan diameter kincir dan kemiringan area, bila tanpa kincir air tersebut lahan pesawahan itu masuk dalam kategori sawah tadah hujan.
Kincir air tradisional tersebut merupakan teknologi rakyat yang ramah lingkungan, tanpa listrik ataupun bahan bakar fosil, dengan memanfaatkan tenaga potensial aliran sungai untuk menggerakkan roda dan tabung-tabung air untuk memindahkan air sungai di bawah secara kontinyu ke atas saluran irigasi persawahan.
Nagari kincir air
PENGUNGKIT
Kegiatan di bidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi rakyat itu, telah digunakan secara turun menurun, suatu manifestasi membentuk komunitas dalam budaya berperilaku Mandiri, Hemat dan Adil dalam memanfaatkan sumber air untuk kehidupan secara bersama..
PENDULUM
Pendekatan dalam pengelolaan lingkungan hidup, kincir air irigasi yang ramah lingkungan tersebut, bila kita coba kalkulasi dalam valuasi neraca massa dan energi, maka akan menghasilkan sbb:
3 kincir itu yang mampu mengairi 30 Ha tersebut, dapat menghasilkan volume air relatif 45.000 m3 per-musim tanam (3-4 bulan).
Bila disandingkan dengan mesin pompa air, dengan menggunakan minyak diesel, untuk memompakan 45.000 m3 air itu, dibutuhkan 1.196 Lt minyak diesel yang setara dengan Rp 11,5 juta per musim panen (harga minyak diesel @Rp6.000,-/liter). Jika dikonversikan dengan emisi gas buang maka dapat dihindari pencemaran udara sejumlah 1,8 ton CO2 per-musim tanam. (Yanuardi Rasudin/KLH)