Aktivis Greenpeace Romadon Canarisla dari kapal Esperanza memanjat jangkar kapal tangker ‘Gran Cauva’ dan awak kapal menyemprotkan air. Kapal tanker ini membawa 27000 metrik ton minyak kelapa mentah untuk tujuan perusahaan Wilmar yang berada di Rotterdam. Foto : Dok Greenpeace.
Dumai, Greenpress- Aktivis Greenpeace pagi tadi mencegah pengapalan minyak sawit sebelum menuju Eropa dari Dumai, pelabuhan utama bagi ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia, sebagai protes terus berlangsungnya pengrusakan hutan Indonesia.
Sebelumnya, para aktivis juga menuliskan kata-kata “Forest Crime” atau “Kejahatan Hutan” pada lambung tiga kapal bermuatan minyak kelapa sawit dan sebuah tongkang yang penuh dengan kayu bulat di pelabuhan. Salah satu aktivis Greenpeace mengunci dirinya pada rantai jangkar dari kapal Gran Couva yang memuat minyak kelapa sawit milik Grup Wilmar sebelum berangkat meninggalkan Indonesia menuju Belanda.
“Hari ini Greenpeace melakukan aksi untuk menyoroti buruknya dampak yang ditimbulkan oleh industri kelapa sawit dan industri penebangan terhadap ekosistem lahan gambut dan hutan Indonesia serta terhadap iklim global,” kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.
“Memenuhi permintaan minyak kelapa sawit dan komoditi lain bisa tetap berlangsung tanpa merusak hutan dan perusahaan seperti Wilmar harus mendukung seruan industri dan pemerintah daerah untuk penghentian sementara penebangan,”tambahnya.
Dalam pelayaran Kapal Esperanza yang membawa misi penyelamatan Hutan untuk Iklim di Indonesia, Greenpeace telah mengumpulkan bukti-bukti baru konversi hutan besar-besaran di Propinsi Papua untuk perkebunan kelapa sawit di konsesi Sinar Mas dekat Jayapura. Greenpeace juga menemukan pembukaan hutan baru pada hutan gambut di Riau.
Konversi hutan dan lahan gambut yang demikian pesat untuk perkebunan kelapa sawit dan bahan bubur kertas merupakan pendorong deforestasi terbesar di Indonesia. Karbon yang dilepaskan oleh kegiatan ini membuat Indonesia menjadi pengemisi gas rumahkaca ketiga terbesar di dunia. Sebagian besar ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia bertujuan ke Cina, Eropa dan India.
“Hutan Indonesia lebih bernilai bila dibiarkan pada tempatnya daripada diekspor sebagai kayu bulat dan minyak kelapa sawit,” kata Bustar. “Sangat penting untuk melindungi hutan Indonesia dari perluasan perkebunan kelapa sawit dan industri kertas untuk memerangi dampak perubahan iklim, mengentikan hilangnya keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Ini berarti harus segera diberlakukan jeda tebang dan dimulainya pendanaan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi hutan.”tandasnya.
Kapal Esperanza, memulai bagian Indonesia dari pelayaran “Hutan untuk Iklim” pada tanggal 6 Oktober di Jayapura, untuk menyoroti kerusakan yang berlangsung terus menerus di hutan terakhir yang tersisa di Asia Tenggara. (Marwan Azis)