Kapal Greenpeace Esperanza berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok yang mengembang misi penyelamatan hutan untuk iklim dunia (31/10), foto : Marwan Azis
Jakarta,Greenpress- Greenpeace meluncurkan prakarsa Hutan untuk Iklim atau Forests for Climate (FFC), yang diyakini bisa menjadi solusi rintisan untuk menekan laju deforestasi, mengatasi perubahan, melestarikan keanekaragaman hayati dan melindungi sumber penghidupan jutaan orang yang bergantung pada hutan.
Peluncuran inisiatif berlangsung dalam sebuah seminar Melindungi Hutan Menyelamatkan Iklim kerjasama Greenpeace dan Kementerian Lingkungan Hidup yang bertempat di Pelabuhan Tajung Priok ((31/10). Acara itu dihadiri oleh sejumlah kalangan seperti Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, NGO dan Pemerintah yang berasal dari Kalimatan Tengah, Riau, Papua, Bogor dan Jakarta kalangan media massa serta siswa dari berbagai sekolah se-Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Anak Indonesia untuk lingkungan.
Hutan untuk iklim merupakan proposal andalan Greenpeace untuk sebuah sebuah mekanisme internasional guna mendanai upaya penurunan emisi karbon dari penyusutan hutan tropis di negara-negara pemilik hutan dan untuk memenuhi komitmen dari fase kedua dari kesepakatan Protokol Kyoto (pasca 2012).
Sebagai langkah awal Greenpaece mempertemukan negara-negara donor dengan prakarsa-prakarsa nyata di negara-negara berkembang pemilik hutan. Greenpeace mengundang perwakilan negara-negara donor, lembaga donor, para pejabat dan gubernur dari berbagai provinsi untuk membicarakan prakarsa ini dan mendukung moratorium terhadap konversi hutan baru di Indonesia sebelum masuknya uang yang berasal dari mekanisme karbon.
Arief Wicaksono, Penasehat Politik Greenpeace Asia Tenggara yang juga tampil menjadi pembicara dalam seminar itu mengatakan pesatnya deforestrasi dan meningkatnya emisi gas rumah kaca di Indonesia didorong oleh iming-iming keuntungan jangka pendek. ”Mekanisme Hutan untuk Iklim Greenpeace adalah solusinya karena memberikan nilai untuk membiarkan hutan tetap utuh,”ungkapnya.
Sementara Menteri Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar mengatakan, pemerintah Indonesia dan seluruh komponen masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan bertanggunjawab mengelola hutan secara lestari dalam konteks pembangunan lingkungan Indonesia dan pencegahan memburuknya perubahan iklim. ”Dengan kata lain, Indonesia sudah saatnya lebih mendapatkan hak pendanaan yang berasal dari negara-negara di dunia terutama negara-negara maju dalam mengelola tanggungjawab bersama, yaitu paru-paru dunia,”kata Rachmat Witoelar.
Di dalam mekanisme Hutan untuk Iklim, negara-negara industri yang telah menyatakan komitmen untuk mengurangi emisi mereka akan mendanai perlindungan sejumlah besar wilayah-wilayah hutan tropis yang tersisa.
Negara-negara berkembang yang memiliki wilayah hutan yang luas seperti Indonesia dan memilih untuk ikut berpartisipasi serta menunjukkan komitmen untuk melindungi hutan, akan mendapatkan pendanaan bagi usaha-usaha peningkatan kemampuan dan pengurangan tingkat emisi nasional yang berasal dari deforestasi.
Inisiatif FCC bertujuan untuk mencegah deforestasi dari bergeser ke satu negara ke negara lainnya. Sejauh ini menurut Arif Wicaksono, FCC merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan perwakilan masyarakat adat dan memastikan dihormatinya hak sumber-sumber penghidupan mereka.
Greenpeace mendorong agar mekanisme FCC menjadi bagian dari fase kedua kesepakatan Kyoto (pacsa 2012) mengenai perubahan iklim. Jika negara-negara berkembang berkomitmen untuk tetap menjaga hutannya, pendanaan dari negara-negara industri untuk perlindungan tropis akan siap diluncurkan pada tahun 2009.
Menurut Arif Wicaksono, untuk melindungi hutan alam yang tersisa utuh terakhir di Indonesia perlu ada upaya yang serius dari pemerintah Indonesia untuk secepatnya mencanangkan moratorium hutan terhadap deforestasi, yang diikuti oleh pendanaan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi hutan demi karbonnya.
Acara itu ditutup dengan tampilnya beberapa anak Sekolah Dasar (SD) yang menyerahkan pesan penyelamatan lingkungan yang sudah dibingkai kepada narasumber dari beberapa daerah seperti Riau, Kalimatan dan Papua untuk disampaikan ke Gubenur mereka (Marwan Azis).