Oleh: Asep Zulkarnaen
JULI 2008, kaki Gunung Ciremai yang sejak tahun 2004 menjadi kawasan konservasi bernama Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) terbakar lagi. Kebakaran hutan di kawasan Gunung Ciremai sudah menjadi 0langganan dan tradisi yang setiap tahun biasa terulang. Akan sangat bergembira apabila Gunung Ciremai tidak tersentuh kebakaran.
Akibat kebakaran hutan bukan hanya berdampak terhadap kelestarian hutan itu sendiri, namun secara tidak langsung berdampak pula terhadap fungsi hutan sebagai penyedia air.
Bagi orang yang terlibat dalam pemadaman api pada kebakaran Gunung Ciremai mungkin terasa capai, jengkel dan berbagai perasaan lain yang paling sakit di dalam hati. Sepertinya akan berbeda dengan perasaan mereka yang hanya sadar untuk menikmati keindahan, menikmati keuntungan, menikmati segarnya air dan menikmati menggunakan air untuk berbagai keperluan.
Banyak contoh yang dapat diperlihatkan betapa kurang sadarnnya mereka dan masa bodoh mereka. Melihat Gunung Ciremai kebakaran hanya mencibir dan menuding orang lain atau pihak terkait saja yang harus bertanggungjawab. Timbul banyak pertanyaan dari beberapa orang: kenapa?
Saya hanya bisa menjawab, mungkin mereka belum pernah mengalami akibat dari hancurnya Gunung Ciremai. Dan mereka kurang peduli karena memang mereka tidak peduli apa yang mereka banggakan.
Sabtu, 12 Juli 2008, sore sekitar pukul 17.15 WIB, kaki Gunung Ciremai blok Lambusir (petak 18) terbakar, atau mungkin pula dibakar atau mungkin juga terbakar oleh alam. Itulah masalah setiap kejadian kebakaran hutan di Gunung Ciremai, tak bisa memastikan sebab musababnya.
Tetapi yang paling penting saya lakukan adalah ikut serta dan melekat dalam jiwa sebagai rimbawan bahwa itulah salah satu bentuk kewajiban, baik moral maupun tugas yang diemban.
Saya berangkat seperti biasa ketika terjadi kebakaran tahun-tahun sebelumnya. Berangkat dengan logistik seperlunya, senter, golok, perbekalan makanan serta keperluan lainnya. Tak banyak yang dipikirkan setelah dihubungi teman seperjuangan di TNGC, saya pun berangkat.
Dengan kondisi jalan yang terjal dan berbatu saya langsung menuju lokasi kebakaran. Api melahap Gunung Ciremai sepertinya perkara mudah. Bagaimana tidak, yang dilahap adalah lokasi yang penuh dengan semak, alang-alang dan tanaman kaso. Pantaslah api cepat menyebar karena yang dilahap ygampang terbakar. Lokasi terjadinya kebakaran semuanya didonimasi dengan semak dan alang-alang.
Susahnya mematikan api karena alat penunjang pemadaman seadanya. Untungnya mobil Galaag Agni, menyemburkan air dari perutnya, sehingga dapat membantu memadamkan api dengan cepatr. Namun itu pun terbatas jangkauannya, karena selang penyemprot apinya terbatas pula.
Pegawai TNGC dari mulai Kabag TU, Kepala Seksi, Polilis Hutan serta pegawai TNGC lainnya bahu-membahu tanpa kenal lelah guna memadamkan api. Perih di tangan dan muka yang terasa akibat gesekan dengan rumput berduri dan daun ilalang tak kami rasakan. Sandungan ujung sepatu pada batu-batu yang bertancap di tanah tidak saya dan teman-teman hiraukan.
Yang penting api yang sedang bergejolak dapat segera dipadamkan.Lapar dan haus memanggil dan kami semua berbagi apa yang kami bawa. Kami makan dan minum bersama itulah keindahan yang didapat selagi capai dan perasaan takut api melahap lebih luas. Dengan kondisi wajah penuh debu, mata perih kena asap, debu serta datangnya serak kerongkongan karena banyak menghirup asap kami semua tetap bangga.
Bahwa apa yang kami perbuat bukan hanya sebagai tanggungjawab terhadap lembaga, namun itulah panggilan jiwa rimbawan sejati.
Pukul 22.00 WIB api dapat dipadamkan, walaupun belum sepenuhnya secara total api padam. Pasalnya masih banyak yang menyala di bekas tonggak-tonggak pohon pinus bekas tebangan dahulu. Luas yang terbakar belum dapat diprediksi dengan jelas, namun pada saat itu diperkirakan lebih dari 20 ha.
Dinginnya suhu dan hembusan angin kencang menerpa, membuat fisik kami lelah. Kami semua istirahat sambil waspada, barangkali terjadi kebakaran lanjutan. Sampai pukul 00.30 WIB, Minggu dinihari, api dipastikan padam. Kami semua turun ke Kantor Balai TNGC untuk istirahat.
Sepanjang jalan menuju rumah, saya hanya berpikir kenapa tak ada masyarakat sekitar yang membantu ikut berpartisipasi. Malah ada dua orang mahasiswa dari Kota Kuningan yang ikut berpartisipasi. Alangkah indahnya pada saat itu apabila kebersamaan dalam pahit dilalui bersama. Akhirnya, Minggu dinihari, sekiltar pukul 02.00 WIB saya tiba
di rumah untuk beristirahat.
Minggu, 13 Juli 2008, masa istirahat libur hari Minggu tidak banyak dimanfaatkan guna kepentingan keluarga. Siang hari, sekitar pukul 11.00 WIB saya dikontak lagi. Kebakaran di Blok lambusir terjadi lagi.
Saya pun berangkat dan memang pada saat itu diperlukan banyak orang yang harus terlibat, karena api begitu besar dan begitu luas sasaran pemadaman. Saya coba kontak teman-teman penyuluh lain guna membantu,walaupun dengan pulsa seadanya karena begitulah kondisi swadaya.
Alhamdulillah, teman-teman datang walaupun pada saat itu api dapat kami kendalikan dengan personil lebih dari 25 orang tanpa seorangpun masyarakat yang terlibat. Sekitar pukul 14.00 WIB api dapat dikendalikan.
Untuk memastikan kondisi selanjutnya, seperti biasa kami semua berjaga 0dan siaga. Barangkali api merambat lagi dan membakar lokasi yang lain.
Untuk memastikan api padam kami berbagi tugas. Personil dibagi dua, sebagian menunggu di atas sebagian lagi istirahat di Kantor BTNGC. Sampai pukul 21.00 WIB, api tidak berkembang lagi. Kami pun turun untuk sementara guna keperluan makan.
Pukul 23.00 WIB, bersama tim dari Polhut yang dipimpin oleh kepala resort, saya dan rombongan berangkat lagi, guna melihat barangkali masih ada titik api. Untuk memastikan dengan kondisi hutan yang curam dengan kemiringan lebih dari 30% kami pun menyusuri sisa-sisa lokasi kebakaran. Kami pastikan tonggak-tonggak pohon pinus telah luput dari api. Karena memang sukar sekali untuk cepat padam jika pinus
terbakar. Pasalnya pohon pinus banyak mengandung getah yang mudah terbakar.
Senin dinihari, pukul 00.30 WIB saya bersama Tim dari TNGC dengan mobil patroli meluncur ke kantor guna istirahat. Beruntung dengan kendaraan double gardan, kondisi jalan apapun dapat dengan sigap dan cepat kami lalui.
Kebakaran selalu terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Saya berharap apabila dilakukan oleh manusia dengan sengaja atau tidak sengaja semoga Tuhan mengampuni dosanya. Karena engkau telah menyusahkan orang lain. Dan kami semua sampai ketinggalan untuk menunaikan sholat.
Semoga Tuhan memafkan kami semua!
Saya sekali lagi menghimbau bantulah kami. Semua jangan hanya enaknya
saja menikmati manfaat dari Gunung Ciremai.***