Palopo, Greenpress – Aksi tolak tambang yang digelar ratusan aktivis dan masyatakat yang menamakan diri Komunitas Peduli Lingkungan Kota Palopo di kantor DPRD disambut dengan kekerasan oleh aparat kepolisian setempat,tindakan aparat tersebut menyebabkan belasan orang terluka. Rabu (16/4).
Sekitar dua ratus orang mengikuti aksi yang didasari penolakan penambangan yang itu mengancam kawasan lindung Siguntu dan sumber air warga Palopo. Mereka terdiri dari elemen mahasiswa STAIN, STIEM, Universitas Cokroaminoto serta anggota masyarakat Latuppa dan Siguntu, Mungkajang, Peta, Kambo dan Murante. Mereka menuntut pencabutan ijin PT Seven Energi Group – PT. Frantika Rahman dan PT Avocet Mining PLC – PT. Aura Celebes Mandiri.
Dalam orasinya, koordinator aksi, Rahmat meminta agar pihak DPRD tegas menyikapi rencana tambang emas di daerah Siguntu, Kecamatan Mungkajang, Kota Palopo, yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur.
“Anggota dewan kan sudah dari Siguntu meninjau lokasi, makanya kami ingin agar dewan mengeluarkan sikap terkait rencana tambang emas di Siguntu,” kata Rahmat yang tercatat sebagai mahasiswa STAIN jurusan komunikasi semester delapan,seperti dilansir Tribun. Sayangnya para anggota DPRD menolak menerima pengunjuk rasa dan justru dibalas tindak kekerasan aparat kepolisian.
“Kami prihatin dengan kondisi kekerasan dan pelanggaran HAM yang meningkat akibat perluasan industri tambang di pulau Sulawesi, ujar Siti Maemunah, Koordinator Nasional Jatam seperti dikutip situs Habitat.
Di Bombana Sulawesi Tenggara, Rinondoran di Sulawesi Utara dan Palopo di Sulawesi Selatan, pemerintah dan aparat keamanan melakukan kekerasan terhadap rakyatnya. Mereka, menurut Siti, harusnya menjamin keselamatan dan produktivitas rakyatnya, bukannya menjadi tameng pelaku pertambangan. Polisi harus segera menghentikan cara-cara kekerasan dalam menghadapi aspirasi dan partisipasi penduduk lokal.
Avocet dan para mitranya berencana menambang di wilayah yang merupakan kawasan lindung, yang meliputi Taman Wisata Alam Latuppa, Bambalu dan Nanggala III. Meski belum memiliki izin Menteri Kehutanan untuk melepas kawasan hutan.
Namun menurut para mahasiswa dan masyarakat yag ada di sekitar Siguntu, perusahaan asing ini tidak lagi pada tahap eksplorasi tetapi sudah melakukan ekploitasi di daerah tambang. Hal ini diperkuat dengan bukti rekaman video mahasiswa yang rekam dengan menggunakan kamera ponsel.
Dalam rekaman itu terlihat aktivitas eksploitasi dan wawancara salah satu warga yang
dipekerjakan oleh PT Seven Energy Group. Hal senada juga diungkapan Siti Maemunah, dikatakan perusahaan tersebut terus melakukan eksplorasi di kawasan hutan lindung dan lahan, pemukiman masyarakat. Mereka menebang tanaman pertanian masyarakat tanpa seizin pemilik lahan serta apalagi memberi mereka ganti rugi.
Selain itu, terdapat 14 anak sungai yang menjadi sumber utama pasokan air minum 120.812 jiwa yang merupakan warga kota Palopo. Hampir semua titik pengeboran berada di dalam kawasan lindung. “Tambang ini jelas mengancam Siguntu dan kami mendesak pemerintah segera mencabut ijin tambang di sana,” kata Siti.
(Andi Ahmad/WAN)