Hari ini (14/12) peta jalan bali (Bali roadmap) benar-benar tersandera kepentingan negara-negara maju. Di satu sisi mereka bersedia melakukan transfer teknologi namun di sisi lainnya menolak menyepakati target penurunan emisi.
Seperti biasa negara maju menuntut negara-negara berkembang (seperti China dan India) juga dikenai target yang sama dalam penurunan emisi. Padahal jika yang dihitung adalah emisi GRK per kapita maka negara seperti China dan India masih jauh di bawah Amerika Serikat dan Jepang.Akibatnya, para wartawan di press room mulai gelisah karena jadwal jumpa press yang direncanakan menjadi berantakan.
Indikasi bahwa hasil UNFCCC ini akan tersandera oleh kepentingan negara maju juga nampak dari gencarnya pemasaran produk utang dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan ADB dalam membiayai proyek yang terkait dengan penurunan emisi di negara berkembang, baik yang terkait dengan CDM atau kehutanan.Sebagaimana diketahui Amerika Serikat (AS) adalah pemegang saham mayoritas di Bank Dunia, sementara Jepang adalah pemegang saham yang mayoritas di ADB.
Sementara itu, proyek CDM dan penurunan emisi di sektor kehutanan adalah bagian dari perdagangan karbon yang didasarkan pada konsep carbon offset (tukar guling karbon).
Tukar guling karbon ini ditujukan untuk membantu negara-negara maju dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Setiap penurunanan emisi yang dilakukan di negara berkembang melalaui proyek CDM dan kehutanan yang diabiayai oleh negara maju melalui pasar karbon akan dihitung sebagai penurunan emisi di negara maju.
Andaikan nanti peta jalan Bali mengenai target penurunan emisi disepakati, negara maju akan melakukannya dengan tukar guling karbon malalui pasar karbon. Jadi tatap bukan dengan cara merubah pola konsumsi dan produksi mereka yang serakah terhadap bahan bakar fosil. Firdaus Cahyadi,