Jakarta, Greenpress-Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta memperkirakan pada 2015, banjir air pasang akan meluas ke daerah Kota dan Mangga Dua bahkan pada 2050 Bandara Soekarno-Hatta akan tenggelam, jika reklamasi terus dilakukan.
“Saat ini, luas kawasan hutan bakau sebagai “wet land” (kawasan genangan air) di Jakarta Utara semakin berkurang, seiring adanya reklamasi pantai. Seperti pada 1984 reklamasi itu mencapai 831 hektare, padahal luasan itu memiliki kemampuan untuk menampung air sebesar 16 juta meter kubik,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Slamet Daroyni, kepada Antara, di Jakarta, pekan lalu.
Ia mengatakan kondisi demikian semakin diperparah dengan adanya penurunan permukaan tanah di kawasan itu, yang dibarengi dengan terjadinya perubahan iklim yang membuat es di kutub mencair hingga volume air laut meningkat hingga saat terjadi air pasang maka tidak bisa lagi tertahan.
Upaya pembuatan tanggul sendiri, kata dia, itu hanya bersifat sementara dan tidak menjamin akan air pasang tidak menggenangi kawasan Jakarta.
“Oleh karena itu, segera hentikan proyek reklamasi pantai utara Jakarta dan melakukan efisiensi dalam pemanfaatan struktur yang ada,” katanya.
Selain itu, restorasi hutan bakau mutlak dilakukan dengan mempraktikkan pengelolaan hutan berbasis rakyat, serta pemerintah harus melakukan penataan dan penegakkan hukum lingkungan hidup terhadap developer yang melakukan aktifitas di pantai tersebut.
Ia mengatakan reklamasi telah memberikan dampak lingkungan hidup yang harus ditanggung sangat mengerikan, sekitar delapan ribu warga Jakarta di pantai utara, diterjang banjir akibat tidak adanya “buffer zone”.
“Bahkan dua ribu nelayan tidak lagi bisa mengakses dan mempergunakan kawasan pantai Jakarta sebagai lahan budidaya kerang maupun penangkapan ikan,” katanya.
Pengrusakan lingkungan di pantai Jakarta itu, dimulai pada 1984, saat pemerintah memberikan izin kepada pengembang dan memberikan dukungan secara penuh untuk mereklamasi hutan bakau kapuk seluas 831 hektar.
“Padahal hutan memiliki fungsi yang sangat besar, antara lain, dapat menahan pasang air laut,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, meminta pemerintah untuk bersungguh-sungguh dalam memperhatikan pelestarian lingkungan hidup, bukan sekadar simbolik dengan program penanaman jutaan pohon melainkan perlu langkah kongkret.
“Kita minta perhatian pemerintah bukan dalam bentuk wacana saja, tapi perlu komitmen ’political will’ dan ’good will’,” katanya seusai menghadiri acara Pernyataan Sikap Bersama Tokoh Agama dan Tokoh Adat dalam Menyikapi Perubahan Iklim, di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan sifat pemerintah itu mendua atau ambivalen dalam soal lingkungan hidup, karena di satu sisi membangun namun di sisi lainnya menjebol, hingga penanaman jutaan pohon itu tidak adanya artinya kalau pengrusakan atau “illegal logging” tetap berlangsung.(Jodi/Antara)