Sebuah pembantaian ikan paus yang konon secara rutin dilakukan dalam jumlah besar di Faroe Islands, terletak di antara Norway and Iceland. Wawicaksono mengharapkan agar info dan foto tersebut disebar ke media cetak dan on line, karenanya Redaksi Green Press sangat mendukung upaya Saudara Wawicaksono untuk mengkampanyekan penghentian kekajaman terhadap satwa laut yang dilindungi itu.(Red)
Pertama kali melihat foto di atas, orang akan mengira bahwa gambar tersebut merupakan sebuah pantai yang digenangi limbah pabrik berwarna merah. Boleh jadi rasa sedih sudah terasa di dada kita. Pencemaran, lagi-lagi pencemaran.
Tapi rasa sedih itupun akan segera berubah menjadi rasa marah –konon sedih yang terlalu sangat bisa berubah menjadi marah– jika kita melihat gambar tersebut secara detail atau melihat gambar-gambar pelengkap lainnya.
Ternyata warna merah pada foto laut tersebut adalah hasil jepretan pada tahun 2005 lalu. Foto itu merekam peristiwa pembantaian ikan paus yang secara rutin dilakukan dalam jumlah besar di Faroe Islands, terletak di antara Norway and Iceland.
Fenomena meledaknya kegeraman banyak warga dunia tersebut terjadi ketika foto-foto tersebut secara lebih detail dimunculkan dalam sebuah milis dari sebuah koran nasional di RRC yakni China Daily Forum. Berawal dari milis tersebutlah maka para netter secara spontan menyuarakan kekagetan dan kegeraman mereka pada kekejaman tersebut.
Apakah usaha para netter tersebut berhasil? Sayangnya sampai saat ini penulis belum berhasil mendapatkan informasi apakah prosesi pembantaian rutin tersebut masih berlangsung?
Lalu adakah yang bisa kita lakukan untuk membantu menghentikan ‘kekejaman’ tersebut? Jangan hanya diam saja, mungkin kita dapat melakukan beberapa hal berikut ini. Pertama, hubungi organisasi penyayang binatang (peta, dst), kirimkan foto-foto berdarah tsb kepada mereka. Mohon bantuan mereka untuk menghentikannya.
Kedua, posting ke berbagai milis-milis, teman-teman, dan berbagai pihak-pihak yang bersimpati untuk mengajak para simpatisan untuk bergabung melakukan sesuatu untuk menghentikan kekejaman tsb. Dan ketiga adalah menghubungi para redaktur suratkabar, majalah, online website, dst (dalam dan luar negeri) bilamana mereka berminat untuk menayangkan foto-foto tsb agar mendapat dukungan dari masyarakat dalam menghentikan kekejaman tsb. Para “paparazzi” baik dalam maupun luar negeri tentu berminat dengan gambar-gambar tsb.(Wawicaksono/Wan)