Nusa Dua, Denpasar, Bali-Konferensi perubahan iklim (COP 13) nampaknya makin jauh dari yang diharapkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, karena pertemuan tersebut telah berubah menjadi pasar karbon.
Menurut Kepala Kebijakan World Development Movement UNFCCC,Peter Hardstaff, UNFCCC sebagai pertemuan yang menjunjung kerjasama dan membangun kepercayaan antarnegara guna mengurangi dampak perubahan iklim telah beralih rupa menjadi pasar perdagangan karbon.
Penegasan Hardstaff seperti yang dilansir bali media centre,dilandasi oleh kemunculan berbagai institusi finansial internasional di Bali, juga menteri-menteri perdagangan yang tergabung dalam WTO.
Sementara porsi aktifis lingkungan dalam arena UNFCCC sangat kecil. Akibanya sebagian besar aktifis lingkungan (NGO lebih memilih membentuk komunitas tersendiri yang disebut kampung CSF (Civil Society Forum) yang juga bertempat di Nusa Dua Bali.
Chalid Muhammad, Direktur Eksekutif Nasional WALHI juga mengamini pernyataan Hardstaff. Ia menyebut, UNFCCC telah dinodai oleh ulah kelompok yang menaruh peduli terhadap perubahan iklim, namun di baliknya, ia bertindak sebagai calo karbon. Betapa tidak, UNFCCC yang diharapkan mampu memberikan solusi dan menjalin komitmen global nyatanya berubah menjadi pasar perdagangan karbon.
Karenanya Chalid mengharapkan, pemerintah Indonesia harus sesegera mungkin mengambil tindakan tegas atas pelbagai upaya mengubah konferensi tingkat tinggi perubahan iklim menjadi pasar perdagangan karbon, bukan malah memfasilitasinya.
Seraya menambhkan, dalam konteks perubahan iklim, masyarakat dunia harus berjabat tangan dan membangun solidaritas global guna melawan berbagai bentuk penyimpangan yang diinisiasi oleh negara-negara maju. “Perubahan iklim hanyalah fenomena. Penyebab utamanya adalah ketidakadilan iklim yang disebabkan oleh polusi industri negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Australia, dan sebagainya,”ujarnya. (Marwan Azis)