Nusa Dua,Greenpress-Amerika Serikat (AS) hingga saat ini, masih tetap konsisten terus berputar-putar mengelak masuk ke soal substansi untuk menyembunyikan sikapnya yang konsisten menolak Protokol Kyoto.
Ketua Delegasi AS sekaligus Wakil Menteri Urusan Global dan Demokrasi Paula Dobriansky awalnya memuji Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) yang kemarin baru menerima Hadiah Nobel.
“Peraih Nobel IPCC telah menjelaskan pada kita semua betapa seriusnya ancaman perubahan iklim. Karenay di Bali sekarang, kita harus bereaksi untuk menghadapi tantangan dan membuka sebuah bab baru dalam diplomasi perubahan iklim,” kata Paula seperti dikutip situs CSF (12/12).
Ketimbang menyatakan meratifikasi Protokol Kyoto seperti halnya Australia, Paula malah mencoba menggeser masalah perubahan iklim menjadi sekedar masalah teknis mitigasi, adaptasi, teknologi dan bantuan keuangan. Ia juga menyatakan anggaran dalam negeri AS untuk masalah perubahan iklim terus bertambah tinggi.
Oleh wartawan delegasi AS lalu dicecar seputar rekomendasi IPPC bagi negara maju untuk mengurangi emisi 25-40 % pada tahun 2020. Apalagi kabarnya AS mencoba menawar penurunan emisi hingga 22 %.
Tapi tak ada jawaban yang jelas, selain jawaban diplomatis yang mencoba mengaburkan masalah. Padahal dua kali pertanyaan itu muncul dari wartawan, dua kali pula delegasi AS mengelak.
James Connaughton, Pimpinan Dewan Gedung Putih untuk Kualitas Lingkungan, malah melihat ada tiga faktor penyebab emisi yang memicu kenaikan efek gas rumah kaca. Di antaranya, coal (batu bara), cars (kendaraan) dan forest (hutan).
Untuk yang pertama, AS agaknya sedang menyindir China sebagai kekuatan ekonomi baru penantang dominasi AS yang merupakan negara pelahap batu bara terbesar dunia. Sedang untuk yang terakhir, sepertinya James sedang menyindir Indonesia…
(E Haryadi/WAN)