Konferensi Tingkat Tinggi Menteri Keuangan (Menkeu) yang digelar di Bali Intercontinetal Hotel, Selasa (11/12), berakhir anti klimaks saat ditutup petang ini. Selaku tuan rumah, Menkeu Sri Mulyani menyatakan pertemuan yang dihadiri 36 negara serta 13 lembaga keuangan internasional itu, tak membicarakan secara khusus tentang penghapusan utang negara berkembang.
“Dalam pembicaraan tadi, kami tak membahas penghapusan utang. Kami lebih memfokuskan pembahasan pada masalah adaptasi dan mitigasi,” kata Sri Mulyani dalam jumpa persnya petang ini. Dalam jumpa pers itu, Sri Mulyani didampingi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta dan Deputi Menkeu untuk urusan Fiskal, Anggito Abimanyu.
Menurut Sri Mulyani, Indonesia sendiri tengah melakukan pembicaraan bilateral dengan Amerika Serikat (AS) untuk membahas pengalihan utang ke dana deforestisasi dalam bentuk debt natural swept. Namun pembicaraan baru sebatas penjajagan dan belum memutuskan apa-apa.
Sri Mulyani mengungkapkan, pertemuan antara Menkeu ini didorong oleh sebuah kesadaran akan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan negara maju dan negara berkembang akibat dampak perubahan iklim. Baik dalam biaya yang akan dikeluarkan hingga gangguan pada pembangunan.
Menurut perkiraan UNFCCC, diperlukan investasi lebih dari 200 miliar dolar AS setiap tahunnya untuk merem laju perubahan iklim.
Dalam pertemuan itu, peserta pertemuan sepakat untuk melanjutkan pembicaraan mengenai perubahan iklim dalam COP ke-14 di Polandia tahun 2008. Lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank, ADB, dan semacamnya juga mendorong pengembangan teknologi rendah karbon dan pelibatan swasta dalam penanganan perubahan iklim di negara berkembang.
Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan beberapa negara dan lembaga akan membentuk mekanisme pendanaan dalam mendukung program penanggulangan perubahan iklim di Indonesia. Di antaranya Belanda, Norwegia, Uni Eropa dan Bank Dunia. Program ini akan diberi nama Indonesia Climate Change Policy Program.
“Besok malam pak Paskah akan bertemu dengan negara-negara donor internasional untuk bebricara mengenai program ini,” kata Sri.
Tapi Sri Mulyani tak menjelaskan lebih jauh, apakah pertemuan itu berupa permintaan atas dana hibah atau utang baru walau dibungkus dengan nama bantuan lunak (soft loan).(E Haryadi/CSF)