Petani Seruhkan Tolak REDD
Nusa Dua, Presiden Conferensi of the Parties (COP) 13, Rachmat Witoelar pada hari ketiga (6/12) Konferensi Perubahan Iklim (UNFCCC) menyempatkan diri mengunjungi kampung CSO (Civil Society Organisation) di Nusa Dua Bali.
Kedatangan Rachmat di Kampung CSO disambut aksi teriakan oleh ratusan petani yang memadati ruang lesehan pertemuan. Mereka meneriakan tolak REDD.”Ayo tolak REDD, tolak REDD,”serunya. Para petani yang berasal datri seluruh Indonesia itu juga membawa poster dan panplet yang intinnya menuntut keadilan iklim dan menolak REDD.
Dalam kunjungannya, Menteri Negara Lingkungan Indonesia itu langsung mengadakan diskusi dan menerima pernyataan sikap beberapa perwakilan aktifis NGO Nasional dan Internasional serta Masyarakat Adat secara bergantian.
Menurutnya, saat ini pihaknya tengah berjuang supaya negara-negara maju mau membayar hutan Indonesia.”Percayalah bahwa ketakutan dan kekhawatiran akan dijaga sejauh mungkin,”katanya.
Karenanya Rachmat memohon dukungan pada semua elemen masyarakat sipil Indonesia untuk bersama memperjuangan agenda yang saat ditengah di dorong Pemerintah Republik Indonesia dalam COP 13.”Saya mohon dukungan semua kita untuk maju bersama,”harapnya.
Kelompok aktifis Jender dalam pernyataan sikap disampaikan dihadapan Presiden COP 13 mengharapkan, perundingan UNFCCC mengarah pada usaha yang mendukung perubahan pola hidup yang tidak komsumtif dan berpihak pada kepentingan masyarakat serta memberikan akses bagi kalangan perempuan untuk terlibat dalam pencegahan pemanasan global.
Youth Forum Indonesia merupakan perwakilan pemuda dan mahasiswa Indonesia (Sahabat WALHI se-Indonesia, Jaringan MDGs, CMM PKBI) menyeruhkan pada pemerintah Indonesia untuk menolak perdagangan karbon dan skema REDD karena dinilai tidak menguntungkan bagi masyarakat Indonesia. Kelompok pemuda juga mengharapkan pemerintah Indonesia agar menuntut negara-negara maju untuk segera menurunkan emisinya.
Masyarakat adat yang diwakili Alex Sandinata dari Papua hanya mengharapkan adanya pengakuan negara terhadap kepemilikan kawasan hutan adat yang selama ini mereka kelola secara turun temurun.
Dalam tanggapannya, Rachmat berjanji akan bersama-sama masyarakat Indonesia menuntut keadilan iklim.”Saya sepakat semuanya, Gender tidak boleh jadi pecundang dalam perubahan iklim, mesti ada justice,”tandasnya.
Sayangnya Rachmat tak memberikan jawaban detail soal sikap pemerintah Indonesia tentang skema REDD. Ia hanya memberikan jawaban diplomasi bahwa pihaknya akan memperjuangkan keadilan iklim sesuai kepentingan Indonesia.
Sementara perwakilan Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) hanya menyerahkan beberapa pamplet pada Presiden COP 13. Pada intinya WALHI menuntut keadilan iklim dan menyeruhkan negara maju untuk segera menurunkan emisinya secara dratis.
Sebelum pulang, Rachmat juga sempat dihadang sejumlah perwakilan aktifis Internasional. Akhirnya Rachmat menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan aktifis NGO Internasional dari berbagai negara seperti Cina, India, Canada, Amerika Serikat dan Denmard. (Marwan Azis).