Pemanfaatan Sumber Energi Panas Bumi Masih Terkendala
Jakarta, Greenblog- Reduksi emisi karbon dari lima proyek pembangkit listrik mikrohidro di Indonesia dibeli Jepang sebesar 30.000 ton karbon dioksida per tahun. Ini terkait program Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM) sesuai dengan amanat Protokol Kyoto.
Program yang berlangsung hingga tahun 2012 ini didukung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan investor PT Indonesia Power dan PT Fajar Futura.
“Penjualan emisi karbon melalui proyek pembangkit listrik mikrohidro ini yang pertama di Indonesia,” kata Koordinator Tim CDM BPPT Irhan Febijanto, Jumat (9/11) di Jakarta.
Lokasi kelima proyek pembangkit listrik dengan energi terbarukan berupa aliran air sungai itu meliputi Cileuncak, Jawa Barat (kapasitas 1 megawatt/MW); Siteki dan Blumbungan di Banjarnegara, Jawa Tengah (masing- masing 1,2 MW dan 1,6 MW); Ketenger di Purwokerto, Jawa Tengah (0,5 MW); serta di Rante Bala, Sulawesi Selatan (2,4 MW).
Pembangkit listrik dengan energi mikrohidro selain dikenal ramah lingkungan, juga memiliki investasi paling rendah dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya. Dalam hal ini, kendala kelangsungan sumber air memang menjadi persoalan utama akibat area tangkapan hujan yang makin berkurang.
Akan tetapi, dengan keterlibatan masyarakat setempat dalam mengelola distribusi listrik dan memperoleh manfaatnya, menurut Irhan, ini sekaligus memicu masyarakat turut mengupayakan pelestarian lingkungan yang menjadi area tangkapan hujan.
“Sebagian besar proyek itu sekarang masih berlangsung konstruksinya. Direncanakan pada tahun 2008 mulai beroperasi, kecuali proyek yang di Rante Bala pada tahun 2008 nanti baru dimulai konstruksinya,” kata Irhan.
Irhan enggan menyampaikan satuan harga pembelian reduksi emisi karbon oleh Jepang tersebut. Diperkirakan pasaran nilai reduksi emisi karbon saat ini berkisar 5-20 dollar AS per ton.
Dijadikan momentum
Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi BPPT Arya Rezavidi mengatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak saat ini seharusnya dijadikan momentum pemerintah untuk makin mendorong pemanfaatan sumber energi terbarukan. Sampai sekarang masih dirasakan pemerintah belum mendorong secara optimal untuk merangsang investor memanfaatkan energi terbarukan panas bumi yang memiliki potensi 27 gigawatt.
“Peluang untuk memanfaatkan energi panas bumi sangat besar karena yang sudah dimanfaatkan sampai sekarang baru 800 megawatt,” kata Arya Rezavidi.
Menurut Arya, investasi dengan memanfaatkan sumber energi panas bumi sebenarnya masih terkendala masalah peraturan pemerintah. Sampai saat ini pengenaan pajak investasi panas bumi masih disamakan dengan minyak bumi dan gas sehingga ke depan perlu pengubahan regulasi tersebut untuk lebih memicu pemanfaatan sumber energi terbarukan panas bumi. (NAW/KCM)
kenapa jepang berani membelinya? dan masalah jual beli emisi ini tidak pernah ada pembahasannya.
kami ada di : http://www.catatanprojecthvac-cleanroom.blogspot.com