Oleh Adhitya Ramadhan
Green Canyon. Nama itu mengingatkan kita akan sebuah ngarai yang indah di Colorado, Amerika Serikat. Bagi wisatawan asing yang kerap melancong ke sejumlah obyek wisata alam di dunia, barangkali lokasi tersebut tidak asing lagi.
Namun, bagi masyarakat Kabupaten Ciamis, Green Canyon berarti lain. Ketika disebutkan nama Green Canyon, pikiran orang Ciamis langsung merujuk pada obyek wisata sungai di Ciamis selatan, tepatnya Sungai Cijulang, di Kecamatan Cijulang. Obyek wisata ini sudah sangat populer di kalangan wisatawan asing.
Cukang Taneuh, itulah nama asli obyek wisata tersebut. Dalam bahasa Sunda, cukang taneuh berarti jembatan tanah. Sebab, terdapat jembatan tanah di atas Sungai Cijulang dengan lebar sekitar 3 meter dan panjang 40 meter yang menghubungkan Desa Kertayasa dengan Desa Batukaras.
Julukan Green Canyon selama ini diberikan pada Cukang Taneuh karena dua hal. Pertama, saat kemarau warna air Sungai Cijulang tampak hijau bening sehingga pembaptisan nama Green Canyon sepertinya tepat.
Kedua, nama Green Canyon diberikan Frank dan Astrid, turis asal Perancis dan Swiss yang pada awal 1990-an berwisata ke sana untuk menyusuri Sungai Cijulang dari muara di Pantai Batukaras.
Keduanya berpendapat, obyek wisata yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Pantai Pangandaran tersebut mirip dengan Green Canyon di Colorado, Amerika Serikat. Di kemudian hari sebutan Green Canyon pun identik dengan Cukang Taneuh.
Kabar keindahan Cukang Taneuh lalu menyebar dari mulut ke mulut di antara para wisatawan. Tidak mengherankan, wisatawan-baik mancanegara, domestik, maupun lokal-mulai berkunjung ke Cukang Taneuh.
Sebelum kedatangan Frank dan Astrid, oleh penduduk setempat Cukang Taneuh dianggap sebagai kawasan angker yang menakutkan dan keramat. Itu sebabnya, tidak ada orang yang berani memasukinya.
Setelah dipopulerkan Frank dan Astrid, antusiasme orang untuk berkunjung ke Cukang Taneuh cenderung meningkat. Kawasan itu lalu dikembangkan menjadi obyek wisata.
Di sana, wisatawan akan menyusuri Sungai Cijulang menggunakan perahu sambil menikmati indahnya alam sampai ke air terjun di hulu sungai. Tebing karang yang menjulang tinggi di kiri-kanan sungai menjadi ciri khas obyek wisata ini. Wisatawan seakan dibawa menyusuri terowongan sungai berwarna hijau bening.
Pada satu titik, perahu yang membawa kita terpaksa harus berhenti karena batu karang menghadang sehingga alur sungai pun seakan-akan bertingkat. Dari sini, wisatawan bisa menikmati eksotisme Green Canyon ala Ciamis. Di titik ini wisatawan biasanya turun dari perahu dan menaiki batu karang untuk bisa menikmati sejuknya udara di Sungai Cijulang.
“Kenikmatan” baru dari wisata Green Canyon pun dimulai. Setelah menaiki batu karang, wisatawan lazimnya langsung berenang di Sungai Cijulang yang tenang. Airnya yang dingin, bening, dan segar di tubuh bisa menghilangkan kepenatan. Dengan berenang wisatawan bisa mencapai sebuah air terjun yang berada di hulu sungai.
Tebing batu
Tak lengkap rasanya berwisata ke Green Canyon tanpa “menuntaskan” perjalanan dengan berenang sampai ke lokasi air terjun. Di sana kita bebas berenang dalam air yang jernih di antara tebing-tebing batu. Stalaktit dan stalagmit yang menghiasi dinding batu menjadi daya tarik tersendiri.
“Ini luar biasa. Udara, air, dan lingkungannya sangat alami. Di sini juga jauh dari keramaian sehingga kami bisa menikmati keindahan alam dengan tenang,” kata Jerry dan Sarah, pasangan wisatawan asal Australia, beberapa waktu lalu.
Masa terbaik untuk menikmati pesona alam di Green Canyon ialah musim kemarau. Saat itulah air sungai tidak terlalu besar sehingga berenang pun relatif lebih aman. Air Sungai Cijulang akan tampak hijau, bening, dan bersih.
Sebaliknya, pada musim hujan air sungai akan terlihat coklat pekat. Bahkan, permukaan air sungai bisa meluap sampai ke jalan raya. Perahu tidak bisa menyusuri sungai, dan ini juga tidak aman bagi pengunjung.(KCM)