Jakarta, Greenblog-Setelah Greenpeace membentuk Forest Defender Camp sebagai bagian kampanye penyelamatan hutan Indonesia, organisasi lingkungan terbesar di dunia ini juga mengalang para siswa di Jakarta untuk ikut serta dalam pelestarian hutan Nusantara.
Kali ini aktifis Greenpeace Asia Tenggara mengadakan aksi simpatik dan membangun posko Forest Defender Camp Satellite Statisn di pelataran Monumen Nasional (Monas) Jakarta yang berlangsung dari tanggal 3-11 November.
Sejumlah perwakilan siswa dari berbagai sekolah di Jakarta diundang untuk mengikuti diskusi lingkungan hidup yang mengangkat tema penyelamatan hutan Indonesia.
Senin (5/11) kemarin setidaknya tiga sekolah yaitu SMAN 103, SMAN 71 dan SMAN 71 Jakarta hadir dalam diskusi yang dipandu oleh dua aktifis Greenpreace, Faye dan Ragil, juga dihadiri oleh Cristian dari Greenpeace Internasional.”Kami mengajak sekolah untuk memikirkan, memberikan pendapat dan solusi penyelamatan hutan Indonesia,”kata Ragil, Koordinator Forest Defender Camp Satellite Statisn.
Ia juga mengungkapkan saat ini hutan Indonesia kian menyusup terutama hutan Kalimatan dan Sumatera.”Yang tersisa saat ini hanya hutan Papau,”ungkapnya. Tak heran kalau Greenpeace memberi sebutan hutan surgawi bagi hutan paling timur Indonesia itu.”Kami berupaya menyelamatkan hutan tersebut, meski kami tahu, ada isu penebangan hutan di sana. Selamat ini yang kita lakukan adalah memberikan persentase di sekolah tentang forest dan climate change ”tambahnya.
Diskusi yang berlangsung santai itu, para siswa diajak mengeluarkan pendapatnya tentang definisi hutan menurut mereka. Para siswa pun berunjuk kobelahan mengeluarkan pendapatnya tentang hutan.”Kalau menurut saya hutan itu paru-paru dunia,yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia”jelas Ari Fitriani, siswa SMA Negeri 71 Jakarta.
Hal senada juga disampaikan Rini Rita siswa SMA 103 Jakarta. Menurutnya, hutan itu tempat flora dan fuana yang sangat dibutuhkan manusia.”Kita harus jaga kelestarian.”ujarnya.
Pak Guru pun yang mendampingi merekapun tak mau ketinggalan dalam memberikan pendapatnya.”Hutan secara umum adalah kumpulan tumbuh-tumbuhan yang perlu kita perbaiki,”kata pak Agus, guru geografi SMA 103 Jakarta. “Tanpa kita sadari, manusia telah merusak ekologi termasuk kita dan investor yang hanya mengedepankan kepentingan ekonomi,”tambahnya.
Berdasarkan hasil survey ungkap Agus, hutan Indonesia telah habis sekitar 70 persen, yang tersisa hanya 30 persen.”Dampaknya telah terasa, cuaca di Indonesia belakangan ini kian tak menentu dan bencana di mana-mana,”tuturnya. Berdasarkan laporan Departemen Kehutanan menyebutkan, laju kerusakan hutan Indonsia demikian cepat setara dengan 6 lapangan bola per menit atau degradasi hutan telah mencapai 2,83 juta hektar pertahun. Tak heran kalau Greenpeace menyebut Indonesia sebagai negara penghancur hutan tropis tercepat di dunia.
Setiap tahunya hutan Indonesia didera oleh praktek illegal logging akibat besarnya kapasitas produksi sektor kehutanan. Diperkirakan dalam lima tahun terakhir kayu yang ditebang secara illegal mencapai 23,323 juta meter kubik setiap tahunya. Menciptakan kerugian negara sebesar 27 trilyun rupiah setiap tahunya. Persoalan kehutanan Indonesia seperti fenomena gunung es, angka sebenarnya tentu jauh lebih besar dari itu. Berbagai bencana terus menghantaui bumi Nusantara.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat dalam kurang waktu 2000 hingga 2006 telah terjadi 390 kali bencana banjir dan longsor yang menimbulkan korban jiwa lebih dari 2303 dan lebih dari 188 ribu rumah rusak berat dan setengah juta ha lahan tidak dapat digunakan. Total kerugian mencapai 36,943 trilyun rupiah.
Dalam kesempatan tersebut Agus juga mengkritik peran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang dinilainya kurang mampu mencegah perusakan lingkungan di Indonesia.”KLH hanya les service saja. Perusak lingkungan cenderung dibiarkan,”ujarnya.
Ia juga mengusulkan agar aktivis LSM tak hanya pandai berkampanye dalam penyelamatan lingkungan, tapi memberikan contoh yang nyata agar masyarakat mau berubah.”Pendekatan LSM secara sosialisasi sudah oke, tapi masyarakat belum banyak yang paham, sehingga perlu ada langkah nyata di lapangan, Karenanya keberadaan Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia perlu disupport,”tandasnya.
Selain diskusi yang mengangkat berbagai tema lingkungan terutama isu kehutanan, para siswa juga diarahkan dan dilatih membuat kelompok dengan memakai nama satwa dan flora langkah. Mereka juga dihibur dengan pemutaran film dokumenter tentang hutan Indonesia.”Saya berharap mudah-mudahan acara seperti ini tetap berlanjut,”kata Agus.
Sambutan serupa juga datang dari Ibu Listiana, Guru SMA Negeri 71 Jakarta.”Kami sangat mendukung acara ini, karena di sekolah kami tidak ada pelajaran tentang lingkungan, kalaupun ada hanya ada di mata pelajaran biologi dan semua serba sekilas aja pengajarannya. Di sini lebih mendalam dan bisa sharing dengan sekolah lain, apalagi yang memberikan berkompoten bahkan ada pemateri Greenpeace Internasional,”tandasnya. (Marwan Azis)