Selama beberapa tahun terakhir sejak reformasi berlaku di Indonesia dan menghadirkan sistem demokrasi yang berbeda dibandingkan dengan Orde Baru, muncul pertanyaan apakah percepatan kemajuan teknologi komunikasi informasi menghadirkan beragam bisnis dotcom dan blog akan menekan daya tahan media massa dalam berbisnis dan sebagai sumber informasi?
Kenyataannya, diseminasi informasi sekarang tidak lagi didominasi media massa tradisional yang memiliki kredibilitas dibangun selama beberapa dekade. Gelombang kemajuan teknologi komunikasi informasi telah menggeser kredibilitas yang dianggap sebagai sisa kejayaan sejarah penerbitan media massa.
Untuk Indonesia, kenyataan ini ditambah dengan tidak adanya kebiasaan membaca sehingga kemampuan untuk meningkatkan tiras pun menjadi lebih terhambat dan menjadi beban biaya yang besar ketika harus berhadapan dengan media modern, seperti dotcom dan blog.
Fenomena blog menjadi luar biasa dan menjadi alternatif menarik sumber informasi bagi mereka yang tidak lagi mengandalkan surat kabar atau majalah sebagai sumber primer kebutuhan masyarakat, terutama generasi muda belia dari remaja sampai usia 30 tahunan.
Bahkan, majalah BusinessWeek memasukkan Jakarta, Beijing, Singapura, dan Mumbai sebagai empat kota Asia dalam “Blog Belt”, dengan lalu lintas posting dan komentar terbesar di antara 30 kota dunia.
Celakanya, pengusaha media massa hanya melihat kemajuan teknologi komunikasi informasi dengan sistem jaringan yang semakin canggih, sekadar perpanjangan usaha informasi, bukan berupaya untuk mentransformasikan kemampuannya dalam berbisnis informasi menjadi peluang baru menyongsong kehadiran Web 2.0.
Sebagian melihat jaringan internet adalah tempat mendigitalkan keseluruhan isi media massa dalam bentuk konvensionalnya, tanpa mampu mengembangkannya sebagai unit usaha baru dengan cara baru, semangat baru, visi baru, serta manajemen baru. Ini antara lain yang menjelaskan kenapa bisnis dotcom di Indonesia berkembang pesat menyamai kekuatan bisnis media massa tradisional.
Di Norwegia, sebuah surat kabar memanfaatkan jaringan internet mengembangkan bisnis baru sebagai penjual keanggotaan spa di samping menyajikan isi korannya. Di Amerika Serikat, pembaca sebuah situs blog mengumpulkan uang agar penulis blog berangkat ke Irak untuk melaporkan situasinya secara langsung ketika Saddam Hussein “dikudeta” tentara AS.
Di Indonesia, dikabarkan ada dana segar mencapai sekitar 400 juta dollar AS dari berbagai penjuru dunia yang siap untuk ditanamkan pada perusahaan-perusahaan dotcom lokal.
Media tradisional memang tidak akan mati seperti banyak diperkirakan orang melihat mengguritanya jaringan internet. Persoalannya, sebagai bisnis, sumber pemasukkannya akan digerogoti oleh kehadiran portal, blog, dan lain sebagainya.
Pilihannya, mentransformasikan keseluruhan visi dan bisnis media tradisional atau ditinggalkan pembaca yang memiliki alternatif pemberitaan di jaringan internet dan media gratisan yang tersebar di mana-mana. Waktu melakukannya pun sangat singkat.(Kompas)