Jakarta,-Organisasi Greenpeace meluncurkan Kamp Pembela Hutan, Selasa (9/10) di Jakarta. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendokumentasikan pembabatan hutan yang kini masih berlangsung di Indonesia. Terutama pada lahan hutan gambut seperti di Riau.
“Ini bagian dari upaya internasional untuk menyelamatkan hutan iklim global,”kata Direktur Eksekutif Greenpeace Emmy Hafild dalam konferensi pers kemarin.
Acara peluncuran disertai pamera foto kerusakan hutan yang disebabkan oleh peneba ngan serta kebakaran yang terjadi pada periode 2006-2007 di wilayah Sumatera. Salah satu foto yang juga mengambarkan adanya kanal-kanal untuk menghilangkan air permukaan lahan gambut.
Menurut Emmy Hafild, pengurasan air di lahan gambut menimbulkan kekeringan. Dampak pengeringan lahan gambut itu menimbulkan pencemaran udara akibat gas metana yang terbentuk.
“Lahan gambut yang mongering juga mudah sekali terbakar. Persoalan kemudian terjadi, keseimbangan ekologis terganggu dan mempengaruhi mata pencaharian kehidupan masyarakat setempat,”kata Emmy.
Pembentukan Kamp Pembela Hutan, lanjut Emmy, sekaligus pula untuk mendorong keseriusan Pemerintah Indonesia dalam upaya menghentikan pembabatan hutan.
Greenpeace berniat mendokumentasikan pembabatan hutan itu untuk kepada dunia internasional menjelang konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Perubahan Iklim di Bali Desember 2007.
Juru Kampanye Greenpeace Internasional, Sue Connor, dalam konferensi pers itu mengatakan, berbagai negara maju di Eropa, Australia, atau Selandia Baru sekarang sudah menunjukkan langkah kongkret untuk merangsang penhentian pengalihan fungsi lahan hutan tropis.
“Negara-negara itu menerapkan aturan untuk tidak menerima dan mengkonsumsi bahan bakar nabati atas pengalihan fungsi hutan,”kata Sue Connor.
Emmy mengatakan, sementara ini Eropa menjadi konsumen terbesar minyak kelapa sawit untuk keperluan bahan bakar nabati. Eropa kemudian mengambil tindakan kongret dengan menolak komsumsi minyak kelapa sawit jika diproduksi dari lahan yang dibuka.
“Saat ini pemerintah Indonesia menuntut dunia untuk turut bertanggung jawab memberikan kontribusi pemeliharaan 40 juta hektar hutan tropis yang ada sebesar 5-20 dollar AS per hektar. Pemerintah semestinya juga harus menunjukkan kemampuan untuk menjaga kelangsungan hutan tersebut,”kata Emmy.
Adanya hutan yang rusak di Indonesia, lanjut Emmy, saat ini juga perlu dipetakan untuk mendukung Rencana Tindak Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Hutan dan Lahan.
Pemetaan lokasi hutan rusak dengan jelas akan lebih memudahkan negosiasi pemerintah Indonesia dalam menghadapi konferensi perubahan iklim nanti (NAW/Kompas)