Kendari,RIC-Kebakaran melanda kawasan hutan Ranowuwue, Desa Paka Indah, Kecamatan Asera yang berbatasan dengan Kecamatan Langkikima. Luas kawasan hutan tersebut diperkirakan 700 Ha yang berada disekitar daerah aliran sungai (DAS) Lalindu kini telah habis terbakar.
Hasil pemantauan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (sutra) kawasan tersebut kini dikuasai oleh salah satu perusahaan perkebunan sawit yang telah lama mendapatkan izin dari Bupati Konawe yakni PT. Celebes yang menargetkan akan membangun perkebunan kelapa sawit seluas 12.000 Ha di wilayah konsesi yang membentang antara Desa Sambandete sampai ke Desa Paka Indah.
Informasi dari hasil audiens dengan DPRD Kabupaten Konawe pada tanggal 23 Juli 2005 bahwa perusahaan tersebut belum melakukan aktivitas karena menunggu proses peralihan kawasan hutan yang belum juga keluar.
Informasi tersebut menambah kecurigaan dari para aktifis Walhi di lapangan yang melihat langsung terjadinya kebakaran di kawasan hutan Ranowuwue. “Jangan-jangan kawasan tersebut sengaja dibakar oleh PT. Celebes dalam proses land clearing untuk meminimalisir biaya,”kata Arief Rachman, Direktur Walhi Sultra dalam press realise yang dikirim, Senin (8/10).
Kata Arief Rachman, kecurigaan tersebut sangat beralasan karena hingga saat ini, hanya PT Celebes dan PT Sultra Prima Lestari yang diketahui oleh warga masyarakat setempat sebagai pemilik perijinan di kawasan tersebut
Pentingnya Penegakan Hukum
Sementara Yusuf salah seorang Community Organizers (CO) WALHI SULTRA yang juga tokoh pemuda Kecamatan Wiwirano bahwa kehadiran perkebunan kelapa sawit di daerahnya cenderung mencari keuntungan yang berlipat ganda sehingga melakukan pembakaran lahan karena dianggapnya berbiaya murah namun tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.
Lebih lanjut Yusuf mengatakan bahwa pencemaran dan asap yang diakibatkan oleh pembakaran lahan tersebut tidak saja berdampak di Desa sekitar bahkan telah sampai ke Kecamatan Wiwirano namun tidak ada reaksi apapun dari pemerintah setempat baik dari Kecamatan Wiwirano maupun dari Instansi terkait misalnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun dari Pejabat Bupati.
“Yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana peran instansi terkait untuk melakukan pemantauan terhadap aktivitas perusakan lingkungan tersebut, faktanya adalah hingga saat ini pemerintah Kabupaten Konawe Utara belum memberikan reaksi apapun terkait dengan pembakaran kawasan hutan tersebut,”kata Yusuf, kemarin. Padahal, lanjut Yusuf, merujuk pada aturan UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan pada Pasal 26 berbunyi “Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup”.
UU tersebut dipertegas sanksi pidananya pada pasal Pasal 48 yang berbunyi (1) Setiap orang yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
“Apabila pemerintah Kabupaten Konawe Utara memiliki ketegasan terhadap investor, seharusnya ulah pembakaran kawasan hutan tersebut telah mendapatkan sanksi yang tegas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk memberikan efek jera kepada perusahaan yang lain dan tidak melakukan hal yang sama dalam pembukaan lahan perkebunan,”kata Thamrin relawan Walhi lainnya yang juga melihat langsung kebakaran tersebut terjadi.(Yos Hasrul)